Suara Aneh Dari Kamar Iparku

Deltapawan.web.id Bismillah semoga semua urusan lancar. Disini aku mau berbagi cerita seputar Novel,Meisya Jasmine yang inspiratif. Pembahasan Mengenai Novel,Meisya Jasmine Suara Aneh Dari Kamar Iparku Ikuti terus ulasannya hingga paragraf terakhir.
Table of Contents
“Ris, kamar sebelah sudah dibersihkan belum? Lia soalnya
sejam lagi sampai.” Perintah Mas Bayu
membuatku berpaling dari wajan berisi gulai kepala ikan. Kutoleh wajah suamiku.
Terlihat resah mimiknya.
“Sudah,
Mas.” Kujawab dengan senyum. Padahal, sebenarnya hatiku agak dongkol. Sudah
lebih dari lima kali dia mengingatkan untuk membereskan kamar tamu yang berada
di sebelah kamar kami.
“Alat
mandinya sudah kamu taruh juga, kan?”
“Sudah,
Sayang. Pasta dan sikat gigi, sabun cair, dan puff-nya. Semua sudah siap.”
Nadaku sudah agak sengak. Seharian ini aku hanya direpotkan oleh permintaan Mas
Bayu. Demi adik semata wayangnya yang akan berlibur di rumah kami. Lia namanya.
“Kamu
jangan cemberut gitu, dong. Kan, udah aku kasih lebihan belanja.” Mas Bayu
mengedipkan sebelah matanya. Pria yang berdiri di ambang pintu penghubung
antara dapur dengan ruang makan tersebut lalu kabur.
“Alah,
cuma dilebihin seratus ribu pun!” gerutuku.
Entah
mengapa, aku tak pernah suka apabila Lia datang ke mari. Ada saja yang akan
membuatku repot. Harus membereskan kamarlah, harus masak makanan
kesukaannyalah. Belum lagi menuruti request lain seperti minta dipasangkan
sprei warna merah atau sabun cair aroma rose. Sudah dua kali dia datang ke
rumah kami sejak aku dan Mas Bayu menikah enam bulan lalu. Berarti, kalau dia
jadi datang hari ini, total sudah tiga kali. Apa dia punya waktu luang sebanyak
itu? Kan, dia harus kuliah. Jarak sini dengan rumah orangtua Mas Bayu juga
lumayan. Ditempuh dengan perjalanan darat empat jam lamanya. Kurang kerjaan,
pikirku.
***
“Mas
Bayu! Aaa aku kangen!” Lia memeluk erat tubuh Mas Bayu saat kami menjemputnya
ke terminal bus. Perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna putih dengan
motif bunga-bunga itu tampak menggelayut manja di tubuh suamiku. Aku muak
melihatnya. Dia sudah dewasa, apa perlu semenempel itu pada kakak laki-lakinya.
“Sayang,
aku juga kangen. Gimana kabarmu? Sehat?” Mas Bayu mencuil dagu lancip perempuan
berambut lurus panjang itu. Adegan yang cukup membikinku gerah.
“Kangen
banget, Mas. Mas, di rumah udah siap kan, gule kepala ikannya?”
Deg!
Enak sekali dia bertanya begitu. Seperti punya pembantu yang siap melayani
segala inginnya saja!
“Sudah,
dong. Mbak Risti sudah masak yang enak-enak buatmu. Kita pesta malam ini!” Mas
Bayu lalu merangkul Lia. Membawa perempuan itu menuju parkiran. Aku cukup
tersentak. Bisa-bisanya mereka melewatiku! Bahkan Lia tak berbasa-basi. Sekadar
menoleh dan bertanya kabar pun tidak. Yang benar saja?!
“Mas,”
tegurku sambil menjawil bahu suamiku.
Lelaki
itu menoleh. Agak dingin tatapannya. “Ya?”
“Nggak.
Nggak jadi!” dengusku dongkol.
Suamiku
malah berpaling. Semakin mengeratkan rangkulannya pada sang adik. Aku sukses
dicuekin oleh keduanya. Sungguh menyebalkan!
***
Tepat
pukul 17.50 kami tiba di rumah. Lia dengan santainya melenggang kangkung ke
arah ruang makan. Sama sekali tak berbasa-basi kepadaku sedikit pun. Aku kesal.
Namun, apa daya. Dia kesayangannya Mas Bayu. Mana mungkin aku melarang atau
menegurnya.
“Wanginya
udah keciuman dari depan! Aaa enak banget, nih!” Gadis berkulit langsat dengan
tubuh ramping itu segera menyibak tudung saji. Aku yang tengah dilanda kesal,
hanya bisa memperhatikannya sambil melipat tangan di depan dada. Kapan
kira-kira anak ini pulang? Baru datang saja sudah bikin gerah!
“Mbak,
ayo makan!” serunya sambil duduk di kursi.
Giliran
makan, dia baru mau menegurku.
“Mau
Magriban dulu,” ucapku acuh tak acuh sambil hendak balik badan.
“Alah,
makan dulu, Mbak. Salatnya ntar aja. Aku udah laper.”
Kupingku
merah mendengarnya. Dasar nggak ngerti agama!
“Duluan
aja.” Aku mlengos. Berjalan ke depan hendak masuk ke kamar menyusul Mas Bayu.
Dia sudah duluan masuk ke kamar setibanya dari rumah. Katanya mau mandi. Aneh.
Seingatku, sore jam 15.00 tadi sudah mandi. Ngapain sih, pakai acara mandi
berulang kali? Nggak takut masuk angin?
“Mbak,
sebentar! Aku bawa oleh-oleh. Bikinan Mama, nih. Jamu penyubur.” Terdengar
bunyi ritsleting tas yang dibuka. Aku terpaksa menoleh. Lia sudah mengacungkan
sebuah botol plastik dengan tutup bundar hitam di atasnya. Botol berisi cairan
jamu berwarna kuning pekat itu dia acung-acungkan ke udara. “Enak, lho, Mbak.”
Aku pun
berjalan mendekat. Menyambar botol tersebut. Sengaja tak kuucapkan terima kasih
padanya. Aku pergi meninggalkan Lia seorang diri saking jengkelnya. Memangnya,
cuma kamu yang bisa bikin orang naik darah? Aku juga bisa!
***
“Hoam!”
Aku menguap setelah makan malam selesai. Sisa jamu oleh-oleh Lia yang kubawa ke
meja makan kuteguk habis. Memang enak jamu bikinan mertuaku. Rasanya nikmat di
lidah. Namun, anehnya mataku terasa makin berat saja. Tak biasanya jam segini
sudah terasa mengantuk luar biasa.
“Ris,
kamu ngantuk?” tanya Mas Bayu.
“Iya,”
jawabku sambil menoleh ke samping.
“Tidurlah.
Kamu pasti capek. Seharian nyiapin semuanya, kan? Kasihan.” Mas Bayu memijat
pundakku. Enak sekali. Mataku sampai pengen merem rasanya.
“Ah,
masih awal,” kataku sambil menguap lebar lagi.
“Tidurlah,
Mbak. Biar aku yang beresin semua. Nggak apa-apa.” Lia tersenyum. Gadis manja
itu cekatan mengumpulkan piring-piring kotor. Cepat dia membawanya ke dapur
belakang buat dicuci. Tumben sekali, pikirku.
“Nggak
apa-apa emangnya?” tanyaku pada Mas Bayu. Takutnya, dia malah marah gara-gara
aku tidur awal dan membiarkan adik kesayangannya itu beres-beres segala.
“Iya,
Sayang. Nggak apa-apa.”
Mas Bayu
pun bangkit. Dia menuntun tanganku untuk menuju kamar. Entah mengapa, mataku
kian berat saja. Ketika tiba di atas tempat tidur, tanpa sadar mataku telah
terlelap. Astaga, kenapa aku jadi pelor begini?
***
Sebuah
suara berisik membuat mataku tiba-tiba terbuka sedikit. Namun, kepalaku berat
sekali. Suara itu lambat laun semakin menusuk telinga. Membuatku merinding luar
biasa.
“Umm …
jangan, Mas!” Terdengar seperti rintih dan erangan kecil. Membuatku sontak
ingin terbangun, tetapi sulit sekali tubuh ini bergerak. Mataku pun berat untuk
sekadar membuka.
Susah
payah aku menoleh ke samping. Mencari-cari di mana Mas Bayu berada. Sementara
itu, desah di kamar sebelah semakin kentara saja terdengar.
Nihil.
Sosok Mas Bayu tak ada di sampingku. Aku gemetar hebat. Ingin sekali tubuhku
untuk bangkit. Namun, sial. Mataku terkatup lagi dan ragaku seperti dipaksa
untuk kembali terlelap.
Terima kasih atas perhatian Anda terhadap suara aneh dari kamar iparku dalam novel,meisya jasmine ini hingga selesai Saya harap Anda mendapatkan pencerahan dari tulisan ini cari inspirasi positif dan jaga kebugaran. Mari sebar informasi ini ke orang-orang terdekatmu. Sampai bertemu di artikel selanjutnya. Terima kasih atas dukungan Anda.
✦ Tanya AI